Minggu, 23 Agustus 2015

[K3] Nenek di suatu senja

Langit meredup gelap. Awan yang hendak meneteskan bulir hujan hilang diterpa angin. Menjadikan cakrawala dalam pesona gotik yang misterius. Tak ada lagi sepotong senja dengan merah marun mempesona. Langkah mobil angkutan umum  berwarna biru melaju ke pasar. Jalanan lengang di senja  ini. Banyak pedagang memilih pulang karena godaan hujan yanc tidak jadi  datang.
Aku langkahkan kakiku berlari cepat, menuju post-post sayur yang hendak kutuju. Lagi-lagi aku harus berkejaran dengan waktu. Ya, sebentar lagi akan ada suara kumandang merdu.
Allahu akbar.... Allahu akbar.



Aku sudahi perburuanku, segera ku naikkan barang belanjaan pada angkot yang melaju. Berharap tidak ada macet agar aku bisa segera melaksanakan kewajibanku. Lima belas menit waktu tempuh pasar ke rumah. Menatap sepanjang jalan dengan wajah harap cemas.
Kesibukan semua manusia, hiruk pikuk yang tak pernah terjeda. Hatiku berbisik, kehidupan jalan yang kejam.
Gedung tinggi yang berkilau angkuh, kendaraan dengan sorot cahaya tajam tanpa peduli waktu, orang-orang dengan penampilan pakaian parlente yang masih sibuk dengan aktivitasnya.
"Aku ingin segera sholat" suara batinku melawan pemandangan kejam.
Tepat di lampu merah, mataku ikut berhenti berkedip. Di depan gedung menjulang tinggi dengan pesona kemewahan, ada seorang wanita senja berbalut kebaya. Wanita yang tak lagi muda, tubuh keriputnya menjawab usianya. 
"Subhanallahu..." airmataku mengalir, bergidik pilu. Melihat wanita tua itu sedang sholat di pinggir jalan, menghadap gedung megah.

Andai dihadapan gedung itu adalah mesjid mungkin akan   biasa saja. Orang akan berbondong-bondong sholat pada waktunya.

Wanita tua diujung senja, menjadi sorotan mata yang berbeda. Bahwa masih ada yang berusaha menjawab panggilanNya. Tak peduli gemerlap hingar bingar kota.
Andai, masjid itu selalu dekat dijantung kota. Tempat dimana manusia melata. Menjadi tempat yang segera dituju setiap waktu sholat. Mungkin manusia tidak akan lupa apalagi sampai meninggalkannya hanya karna urusan dunia.


Belajar dari nenek diujung senja, yang selalu memilih bersegera, agar  dapat menjumpai Sang Pencipta. Walau keadaan tidak pernah memeluknya dengan cinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman